Jika divonis dokter terkena penyakit yang membuat Anda cacat secara fisik, atau bahkan bisa membahayakan nyawa, apa yang Anda rasakan? Jika Anda merasa sedih, putus asa, merasa tidak berguna sama sekali dan tidak ingin hidup lebih lama lagi, Anda perlu belajar dari Stephen William Hawking, seorang ilmuwan kondang yang dihormati berbagai pihak di dunia ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Ia tidak mau dikalahkan oleh kondisi tubuhnya yang lemah. Walaupun telah divonis dokter bahwa secara fisik, ia akan harus terus berada di kursi roda, dan ia harus kehilangan pita suaranya setelah mengalami sebuah operasi, Stephen tetap bisa menikmati hidup. Untuk menyambut hari yang ditujukan untuk menghormati semua penderita cacat di dunia (3 Desember), kita kali ini akan menyoroti seseorang yang tetap bisa berkarya secara gemilang walaupun dibatasi oleh tubuh yang lemah.
Menikmati Hidup
Jika dilanda penderitaan yang bertubi-tubi, banyak dari kita yang cenderung terbawa pada penderitaan tersebut. Kita menjadi sedih yang berkepanjangan, dan bahkan merasa bahwa tidak ada hal lagi yang bisa kita lakukan untuk tetap hidup. Jika hal seperti ini yang kita rasakan, kita perlu meneladani Stephen William Hawking, seorang ahli astro fisika yang memiliki cara pandang yang luar biasa terhadap hidup. Memang ia memiliki kelemahan tubuh, tapi ia juga bisa melihat hal-hal positif lain yang bisa dinikmati dari hidup ini. Walaupun ia harus terpaku di kursi roda, dan kondisi tubuh yang lemah, tanpa kemampuan untuk berbicara, ia bisa mengucap syukur akan istri dan tiga anaknya yang selalu mendukungnya. Ia juga bisa menikmati pekerjaannya sebagai seorang ilmuwan, dan hubungan baik dengan teman-teman sekerjanya. Sikapnya yang selalu bisa fokus pada hal-hal positif yang terjadi di sekitarnya (bukannya pada hal-hal yang kurang baik yang dialaminya) telah membuatnya selalu tetap bersemangat dalam menjalani hidup. Semangatnya yang tinggi ini terpancar pada karya-karya ilmiahnya yang dihormati dan dipuji oleh dunia.
Menikmati Pekerjaan
Walaupun berada di kursi roda dan kehilangan kemampuannya berbicara setelah operasi tenggorokan pada tahun 1985, Stephen tidak putus asa. Dengan kondisi seperti ini ia bahkan menjadi lebih produktif. Ia berpendapat jika ia memang diberi kesempatan yang terbatas untuk hidup, ia akan menjadikan hidup ini lebih berarti, terutama bagi orang lain. Prinsip hidup seperti inilah yang membuat Stephen Hawking menjadi sangat produktif dalam menjalani pekerjaannya sebagai seorang ahli astro fisika. Keterbatasan fisiknya ternyata bukan hambatan, dengan bantuan kursi roda, dukungan keluarga dan teman, serta sebuah komputer yang dirancang khusus oleh seorang pengagumnya, Stephen bisa tetap berkarya: menulis buku, makalah, bahkan memberikan kuliah di berbagai tempat di dunia. Sepertinya prinsip ?jika ada kemauan pasti ada jalan? benar-benar diterapkan oleh ilmuwan yang lahir tanggal 8 Januari 1942 di Oxford, Inggris ini.
Menjadikan hidup bermanfaat
Hawking merasa bahwa hidup ini adalah singkat, apalagi dengan penyakit yang dideritanya, yang melemahkan syaraf motoriknya. Untuk itu, jika ia tidak bisa menjadikan hidup ini secara fisik bermanfaat untuk diri sendiri, ia berusaha menjadikan hidupnya berguna untuk orang lain. Untuk itu, ia memfokuskan usahanya untuk melakukan hal-hal yang masih mampu ia pikirkan, lakukan, dan persembahkan untuk dunia ini. Walaupun secara fisik ia lemah, ia masih bisa memfokuskan usahanya untuk berpikir, menelorkan ide-ide brilian dan menulis (dengan menggunakan bantuan komputer yang didesain khusus untuknya). Keinginannya yang kuat untuk menjadikan hidupnya bermanfaat bagi dunia telah mendorongnya untuk mempersembahkan seluruh hidupnya dan pekerjaannya untuk kemajuan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Berbagai karya ilmiah gemilang yang membuka rahasia alam semesta berhasil dipersembahkannya kepada dunia, baik dalam bentuk makalah, artikel, buku, maupun kuliah-kuliah akademis yang dilakukannya di seluruh dunia. Dari perjalanan sukses Stephen William Hawking, bisa kita ambil teladan hidupnya. Pertama, sebagai manusia kita memang akan mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, tetapi kita juga akan mengalami hal-hal yang menyenangkan. Karena hidup itu singkat, jangan sia-siakan waktu kita untuk meratapi kepedihan kita, lebih baik kita menikmati hidup ini dengan memfokus perhatian hal-hal yang bisa kita nikmati. Kedua, tiap orang memiliki kelemahan, fokus pada kekuatan kita sehingga kita tidak terkalahkan oleh kelemahan melainkan tetap bisa mengendalikan kelemahan tersebut untuk tetap berprestasi.
Sumber : Sinar Harapan (12 Februari 2003)
Tinggalkan Balasan