Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Toilet Training’ Category

Toilet Training merupakan bentuk pengajaran atau pelatihan pada anak oleh orang tua, dan orang-orang yang ikut berperan dalam pengasuhan sikecil. Tujuannya agar sikecil mampu mengontrol pengeluaran atau pembuangan. Menurut Rini Hildayani, Psi, M.Si Staf Pengajar Bagian Pengkembangan, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, keberhasilan toilet training tergantung kesiapan fisik, intelektual, emosional dan motivasi anak.

Ada dua cara untuk menerapkan toilet training, yaitu

1. Langsung mengajak anak ke kamar mandi dan duduk di kloset dengan tambahan dudukan kloset khusus
untuk anak.
2. Mendudukan di atas pispot.

Tapi semua tergantung si anak, mana yang dirasakan lebih nyaman.

Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam menerapkan toilet training :

1. Menggunakan boneka untuk mengajar anak urutan yang berkaitan dengan penggunaan toilet.

2. Menceritakan dan memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang duduk di atas pispot atau kloset.

3. Sebaiknya gambar model adalah idola anak karena si kecil biasanya meniru apa yang dilakukan idolanya.

4. Mengajarkan perbedaan “basah” dan “kering”.

5. Memperhatikan perubahan ekspresi wajah atau perilaku yang biasa muncul sebelum si kecil BAK atau BAB.
Misalnya terdiam, muka memerah disertai mata melotot, badan bergidik, dan mengejan. Begitu tanda-
tanda itu muncul, segera ajak anak ke pispot atau kloset.

6. Mengenali waktu-waktu anak biasa BAK atau BAB dan mengajaknya ke kamar mandi atau duduk di pispot
di saat-saat tersebut.

7. Melatih anak duduk di pispot atau kloset kurang lebih 10 menit agar terbiasa duduk di atasnya. Bisa terjadi
ketika latihan ini si anak BAK atau BAB.

8. Seringkali si anak mengatakan ia BAK atau BAB setelah keluar di celana. Orang tua bisa mengajarkan
anaknya dengan mengatakan “Nanti kalau pipis Ade udah mau keluar, bilang Ibu ya. Kita ke kamar mandi,
baru pipis”. Kepada anak yang dianggap “sudah besar”, dapt ditambahkan kata-kata “Kakak kan sudah
besar, jadi kalau mau pipis, bilang Ibu ya”.

9. Untuk menahan anak tidak BAK atau BAB di lantai setelah ia mengatakan keinginannya buang air, orang
tua bisa mengajaknya berimajinasi.Misalnya “Ayo, ‘kran’ airnya jangan dibuka dulu ya…tunggu…tunggu
sebentar lagi…”. Ketika si kecil sudah duduk di pispot atau kloset baru katakan “Ayo sekarang ‘krannya’
boleh dibuka”.

10. Jika anak terbangun di malam hari, ajak ia pipis di pispot atau kloset.

11. Sebaiknya memberi reward setiap kali anak berhasil BAK atau BAB di pispot atau kloset.

Pada umunya di usia 2 tahun si anak mulai dapat menerapkan toilet training lebih baik. hal ini dikarenakan pertumbuhan anak semakin matang, khusunya perkembangan otot dan kemampuannya mengungkapkan segala sesuatu secara verbal.

Apabila di usia ini si kecil masih juga belum mampu menerapkan toilet training dengan baik, sebaiknya orang tua mengevaluasi penyebabnya. Jika sampai usia tertentu anak belum juga bisa menahan BAK atau BAB, bisa jadi dibutuhkan bantuan profesional.

Read Full Post »

Usia si kecil sudah 2 tahun sehingga Anda merasa sudah saatnya melaksanakan toilet training (latihan menggunakan kamar mandi untuk buang air). Sejak diajarkan untuk buang air kecil di kamar mandi, anak memang sudah tidak menggunakan diapers dari pagi hingga sore hari karena ia sudah bisa menyampaikan kepada Anda bahwa ia ingin pipis. Kemampuannya mengontrol keinginan buang air pun cukup baik. Sayangnya, pada malam hari, si kecil masih mau memakai diapers. Mungkin karena minumnya banyak, dan selain itu Anda juga tidak ingin repot bangun tengah malam untuk menggotong si kecil ke kamar mandi. Gagallah toilet training yang Anda terapkan.
Mungkin, banyak ibu lain yang memiliki keluhan sama seputar kegagalan mereka menerapkan toilet training. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Berikut penjelasannya:

1. Terlalu awal memulai
Idealnya, toilet training dimulai ketika anak telah memasuki usia 2 tahun. Bila Anda terburu-buru memulai sebelum waktunya, maka boleh jadi kegagalan yang didapat. Waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama dan berat sekali saat harus melaksanakan program tersebut. Anda perlu mengamati tanda-tanda kesiapannya, baik secara fisik, kognitif, maupun perilaku. Tanda-tanda tersebut biasanya sudah terlihat ketika anak memasuki usia 18 bulan sampai 2 tahun. Bahkan, sebagian ada yang baru menunjukkan tanda-tanda ketika memasuki usia 4 tahun. Patut diingat, anak memiliki kemampuan dan kesiapan yang berbeda, tidak bisa disamaratakan. Jadi, jangan kecewa bila mendapati keponakan, anak teman atau tetangga dapat lebih awal memiliki kemampuan mengontrol buang air dibandingkan anak sendiri.
Sedikitnya, untuk menerapkan toilet training dibutuhkan waktu 3 bulan. Dituntut kesabaran dan sportivitas bila Anda gagal menerapkan dalam waktu di atas itu. Ini dapat dijadikan pertanda bahwa anak Anda belum siap. Tunggulah beberapa minggu dan mulailah untuk mencoba kembali.

2. Memulai di waktu yang tidak tepat
Hindari memulai toilet training pada saat yang tidak tepat, seperti seminggu sebelum kelahiran adik bayi, baru ganti pengasuh, pindah rumah, atau hal-hal yang berkaitan dengan rutinitas anak. Prasekolah biasanya memiliki rutinitas tertentu dalam kesehariannya. Ketika terjadi perubahan, maka si prasekolah butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan rutinitas baru tersebut. Untuk itu, hindari melakukan toilet training pada waktu-waktu tersebut. Tunggulah sampai anak dapat beradaptasi sebelum toilet training dimulai.

3. Jangan pernah memaksa
Ketika si kecil sudah menunjukkan tanda-tanda kesiapan dan tertarik untuk memulai toilet training, jangan paksa ia untuk segera melaksanakan secepat mungkin. Bisa-bisa si anak malah mengalami stres yang ditandai dengan tidak bisa buang air besar (konstipasi). Untuk itu, biarkan si kecil mengikuti iramanya, dan menjalani program toilet training setahap demi setahap. Tindakan paling bijaksana adalah tetap memberikan motivasi. Namun, ketika anak mogok, jangan sekali-sekali dipaksakan.

4. Hindari sekadar ikut-ikutan
Jangan terpengaruh cerita kenalan atau saudara tentang keberhasilan program toilet training yang diterapkan pada anaknya. Setiap anak adalah unik. Tidak mungkin menyamaratakan perkembangan semua anak sehingga memukul rata usia tepat melakukan toilet training. Langkah paling bijaksana adalah menunggu kesiapan anak. Sampaikan saja kepada kenalan, teman, atau saudara, “Kami telah memiliki rencana sendiri tentang program toilet training.”

5. Hindari memberikan hukuman
Jangan sekali-kali memberikan hukuman kepada si prasekolah ketika gagal melakukan toilet training. Bisa jadi hukuman yang diberikan terasa memberatkan dan membuatnya trauma. Akibatnya, anak tidak mau memulai kembali toilet training karena teringat akan hukuman yang diberikan. Harus diingat, setiap anak berbeda sehingga dituntut kesabaran dan kecermatan orangtua.

6. Tidak konsisten
Ketika memutuskan untuk melaksanakan toilet training hendaknya orangtua mampu bersikap konsisten. Laksanakan latihan itu saat siang dan malam hari. Memang, tidak bisa langsung serentak, tapi diawali dengan kesuksesan melaksanakan di siang hari, lalu dilanjutkan pada malam hari. Dituntut ketegasan dan kerelaan orangtua untuk membangunkan anak untuk BAK di kamar mandi, atau sekadar menggunakan potty training di kamar tidur.
(Utami Sri Rahayu)

Read Full Post »

Sebagian orang tua menganggap proses ini memakan waktu yang lama dan sulit. Tidak demikian halnya jika anak dan orang tua mempersiapkan diri sebelum memulai proses “Toilet Training”.
Perhatikan kesiapan si kecil untuk memulai “Toilet Training”. Jika ia menolak, anda tak perlu memaksa hingga malah membuatnya trauma. Perhatikan hal-hal yang membuatnya nyaman atau tidak nyaman. Anda dapat tanyakan pendapat si kecil.

Kapan saat yang tepat untuk memulai “Toilet Training”?

Anak sudah mencapai usia 18 – 30 bulan. Umumnya rata-rata anak mudah diajarkan menggunakan toilet di usia 24 bulan. Dibawah usia 24 bulan, umumnya si kecil belum bisa mengendalikan BAB dan BAK karena belum sepenuhnya menyadari fungsi tubuhnya.
Anak siap secara fisik dan mental, serta tidak dalam situasi yang “luar biasa” baginya, seperti baru pindah rumah, kelahiran adik baru atau pengasuh baru.
Anak sudah bisa tetap “kering” dalam waktu 2 jam atau lebih
BAK sekali atau dua kali sehari dalam jumlah yang lebih banyak, dibanding sebelumnya
Bisa menunjukkan jika ia ingin ke toilet dengan kata-kata atau bahasa tubuh
Sudah mampu menerima perintah sederhana
Mampu duduk dengan tenang dalam jangka waktu yang cukup lama
Mulai risih dengan celana yang basah atau kotor akibat BAK atau BAB
Tip: Gunakan Toilet Seater untuk Balita sehingga ia nyaman duduk di atasnya dan untuk menghindari kecelakaan terjepit atau terperosok ke dalam kloset.

Read Full Post »